Etika berkomunikasi menurut Al-Qur'an
Seringkali kita melupakan etika-etika berkomunikasi,
pada dasarnya Al-Qur’an juga menyebutkan bagaimana kita berkomunikasi dengan
benar kepada lawan bicara, karena tidak semua pembicaraan itu baik ketika
kita tidak meletakkan pembicaraan itu di
tempat yang pas, dalam hal ini Al-Qur’an menjelaskan beberapa etika
berkomunikasi tersebut, diantaranya:
1 Qaulan Sadida
Merupakan
perkataan yang benar, ini adalah persyaratan umum suatu pesan dakwah agar
dakwahnya persuasif. Ditujukan kepada siapa pun, pesan dakwah haruslah dengan
perkataan yang benar. Sesuai dengan firman Allah SWT;
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar.”
Pembicara yang baik dan
islami selalu memperhatikan kejujuran dan kebenaran kata-katanya. Dalam kondisi
bagaimanapun, di depan publik maupun tidak, ia tidak akan pernah berdusta.
Janji-janji kosong sekadar lip service
pemanis bibir yang tidak ditunaikan termasuk perkataan dusta.
Perkataan jujur lahir
dari hati yang jujur dan hati yang jujur berasal dari iman yang benar.
sebaliknya, dusta berasal dari hati yang penuh nifak yang lahir dari iman
basa-basi dan pura-pura.
Pembiasaan diri berkata
benar, terutama bagi para orang tua, merupakan salah satu solusi bagi
problematikan rusaknya generasi muda. Ketika Allah SWT mengingatkan akan
perlunya waspada terhadap generasi yang lemah, maka solusi yang diperintahkan
adalah berkata benar.
وَلۡيَخۡشَ
ٱلَّذِينَ لَوۡ تَرَكُواْ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةٗ ضِعَٰفًا خَافُواْ
عَلَيۡهِمۡ فَلۡيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡيَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدًا ٩
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
2. Qaulan Baligho
Merupakan
perkataan yang membekas pada jiwa, Al-Qur’an memberikan tuntunan, bahwa redaksi
seruan dalam berdakwah itu berbeda-beda tekanannya, tergantung siapa mad’unya.
Istilah Qaulan Baligho ini dapat diterjemahkan dengan perkataan yang membekas
pada jiwa. Sesuai dengan firman Allah SWT;
أُوْلَٰٓئِكَ
ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمۡ فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ وَعِظۡهُمۡ
وَقُل لَّهُمۡ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَوۡلَۢا بَلِيغٗا ٦٣
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari
mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka.”
Ayat
tersebut menjelaskan tentang berkenaannya orang munafik yang di hadapan Nabi
berpura-pura baik, taoi di belakang, mereka menyabot dakwah Nabi. Berbicara
kepada orang yang demikian, dengan perkataan yang lemah lembut tidak akan
membekas ke dalam jiwanya. Harus perkataan yang baligh (Qaulan Baligho).
Menurut
Ishfihani dalam Mu’jamnya, perkataan yang Baligh (membekas dan tajam), manakala
berkumpul padanya tiga sifat:
a. Memiliki
kebenaran dari sudut bahasa,
b. Mempunyai
kesesuaian dengan apa-apa yang dimaksudkan, dan
c. Mengandung
kebenaran secara subtansil.
Kemudian
dapat juga suatu perkataan dinilai baligh jika perkataan itu membuat lawan
berbicaranya terpaksa harus mempersepsikan perkataan itu sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh pembicara, sehingga tidak ada celah untuk mengalihkan
perhatian ke permasalahan lain.
3.
Qaulan karima
Merupakan
perkataan yang mulia, kalimat qaulan karima dalam Al-Qur’an ada ayat yang
mengajarkan etika manusia kepada kedua orang tuanya, seperti dalam firmannya;
۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ
إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ
ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا
تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Ayat
diatas menjelaskan bahwa posisi orang tua adalah posisi yang tinggi dan mulia
dalam islam. Allah SWT menempatkan pengabdian kepada kedua orang tua sesudah
pengabdian kepada Allah SWT. Oleh karena itu, di wajibkan untuk berbicara
dengan kata-kata yang mulia atau dengan kata-kata yang memuliakan kepada kedua
orang tua. Perkataan ‘Ah’ atau ‘cis’ atau yang semakna dengan itu termasuk
perkataan yang menyakiti hati orang tua dan termasuk kedurhakaan.
Apa
bila kita perhatikan ayat diatas, dari ucapan ‘ah’ sampai ucapan bernada
bentakan, dengan tegas dilarang (diharamkan) oleh Allah SWT. Artinya tidak ada
alasan dan tidak ada toleransi untuk mengucapkan kata-kata buruk kepada kedua
orang tua apa pun alasanya dan bagaimanapun kondisinya. Apabila tidak bisa
berkata memuliakan, menghargai, dan menghormati, maka janganlah menyakiti
perasaan orang tua.
4.
Qaulan Maysura
Merupakan
perkataan yang ringan, kalimat maysura berasal dari kata yasr yang artinya mudah. Qaulan maysura adalah lawan dari qaulan
ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa komunikasi, qaulan maysura
artinya perkataan yang mudah diterima, yang ringan, yang pantas, tidak
berliku-liku dan tidak bersayap.
Istilah
qaulan maysura ini dijelaskan dalam Al-Qur’an;
وَإِمَّا
تُعۡرِضَنَّ عَنۡهُمُ ٱبۡتِغَآءَ رَحۡمَةٖ مِّن رَّبِّكَ تَرۡجُوهَا فَقُل
لَّهُمۡ قَوۡلٗا مَّيۡسُورٗا ٢٨
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk
memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada
mereka ucapan yang pantas.”
Maksud
ayat ini adalah jika kita belum dapat melaksanakan perintah Allah, maka
katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran
mereka belum mendapatkan bantuan. Demikian itu kita dianjurkan berusaha untuk
mendapatkan rezeki (rahmat) Allah, sehingga dapat memberikan hak-hak mereka.
Oleh
karenanya, sasaran ucapan yang pantas dalam ayat ini adalah orang-orang miskin
atau kaum yang lemah. Kita diperintahkan untuk membantunya, namun apabila tidak
dapat membantu mereka agar terentaskan dari kemiskinannya, minimal kita tidak
mengucapkan perkataan yang dapat menyinggung perasaan mereka.
5.
Qaulan Ma’rufa
Adalah
perkataan yang baik, pada prinsipnya kepada siapa pun dengan siapa pun kita
berbicara Allah memerintahkan agar kita berbicara dengan kata-kata baik-baik.
Perkataan yang baik dapat dimaknai sebagai perkataan yang sopan dan berbudi, perkataan
yang tidak menyakiti hati dan perasaan, perkataan yang mengandung kemuliaan,
penuh dengan kasih sayang. Dan ini semua sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an;
وَلَٰكِن لَّا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُواْ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗاۚ
“Dalam pada itu janganlah kamu mengadakan
janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada
mereka) perkataan yang ma´ruf.”
Sedangkan
dalam ayat lain juga dijelaskan yaitu berbicara yang baik dan sopan ketika bersedekah, tidak menggunakan kata-kata
yang menyinggung atau menyakiti perasaan penerima sedekah.
۞قَوۡلٞ
مَّعۡرُوفٞ وَمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٞ مِّن صَدَقَةٖ يَتۡبَعُهَآ أَذٗىۗ وَٱللَّهُ
غَنِيٌّ حَلِيمٞ ٢٦٣
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan
si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
Kita
diajarkan untuk berkata baik bahkan perkataan baik itu lebih baik daripada
sedekahnya itu sendiri. Maka jika kita tidak memberi sedekah, maka janganlah
menyakiti hati mereka.
6.
Qaulan Layyina
Merupakan
perkataan yang lemah lembut, menurut Asfihani dalam Mu’jamnya, qaulan layyina
mangandung arti lawan dari kasar, yaitu halus dan lembut. Pada dasarnya halus
dan lembut itu dipergunakan untuk mensifati benda oleh indera peraba, tetatpi
kata-kata ini kemudian dipinjam untuk juga menyebut sifat-sifat akhlak dan
arti-arti yang lain.
فَقُولَا
لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ ٤٤
“maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".
Ayat
ini merupakan perintah Allah kepada Nabi Musa a.s dan Harun a.s agar mendatangi
dan berbicara kepada fir’aun dengan lemah lembut, padahal sebagaimana kita
ketahui, Fir’aun adalah seorang raja yang zalim yang mengaku diri sebagai
Tuhan. Akan tetapi, menghadapi raja zalim itu, Allah tetap memerintahkan mereka
berdua untuk berkata lemah lembut (layyin).
Ipmawan
Eka Tri Prasetiya
Lanjutkan.
ReplyDeleteLanjutkan.
ReplyDelete